Senin, 06 Desember 2010

Duri Tanah Air Baru Amerika


Aku mau share dikit. Tadi gak sengaja liat kaskus trus ada buku tentang Duri. Well,itu tempat tinggalku dan isi bukunya miris bangeeet. Buku nya ditulis oleh seorang warga Duri. Check it ouut


Riauterkini-PEKANBARU- Istilah PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) sebagai negara dalam negara sudah lama muncul. Bahkan, Agung Marsudi D Susanto menyebutkan, bahwa kampugnya, Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis merupakan tanah air baru Amerika. Agung menuturkan kerisauan dan luka hatinya melihat praktek 'impralisme' baru perusahaan Amerika tersebut dalam buku berjudul 'Duri Tanah Air Baru Amerika'. Meskipun belum pernah diluncurkan, namun buku tersebut mulai beredar di Pekanbaru dan Riau secara umum.

Peredaran buku bertebal 199 halaman tersebut cukup menarik minat jurnalis, bahkan pada Sabtu (9/10/10) Solidaritas Wartawan untuk Tansparansi (SOWAT) membedah buku tersebut dalam diskusi di sekretarian Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Riau.

Menariknya, Agung tak sekedar menuangkan data dalam buku tersebut, tetapi ia juga menumpahkan keluh kesahnya sebagai Ketua Rukun Tetangga (RT), di Kelurahan Pematang Kudu, Kecamatan Mandau. Di kampugnya itulah raksasa minyak asal Texas tersebut menancapkan bendera.

Dalam bukunya, Agung menulis PT CPI menjadikan Duri sebagai tanah air baru Amerika. Dia juga membeberkan sejumlah kebijakan PT CPI yang dianggap menyalahi sejumlah aturan pemerintah. Misalnya saja, disebutkan adanya skandal pendidikan di lingkungan CPI. Jauh sebelum pemerintah menggelontorkan dana BOS, sebenarnya PT CPI telah lebih dulu menggelontorkan uang ke sekolah Yayasan Pendidikan Cendana (YPC) milik mereka sendiri.

Agung menilai pemberian dana ke Yayasan Cendana ini sangat berlebihan. Tercatat pada tahun 2004 dan 2005, PT CPI menggelontorkan duit ke Yayasan Cendana sekitar Rp 60 miliar.

selain YPC yang digelontori anggaran sebesar Rp 60 miliar, sekolah anak-anak ekspatriat CPI yang berlebel American School juga mendapat Rp 50 miliar setahun. Dalam penilaian Agung, adalah ironis, keluatas pendidikan YPC Duri mentereng dengan menggunakan dana rakyat Indonesia. Anggaran untuk kedua sekolah eksklusif tersebut bukan diambilkan dari keuntungan CPI, melainkan masuk dalam list cost rocovery. Pos anggaran tersebut akan dikembalikan utuh oleh pemerintah Indonesia.

"Ini jelas menyakiti hati masyarakat Indonesia karena segala bantuan sebesar itu hanya diberikan kepada sekolah di lingkungan perusahaan PT CPI. Padahal dana yang diberikan itu merupakan dana milik masyarakat Indonesia," tulis Agung dalam bukunya.

Kritik Agung terhadap anggaran untuk kedua sekolah dan kegiatan lain CPI yang di danai cost recovery bukan sekedar asumsi, melainkan juga berdasarkan temuan BPK RI tahun 2004-2005. Sayangnya temuan itu tidak ada tindak lanjutnya untuk dilakukan pengusutan secara tuntas.

"Pemberian beasiswa maupun sumbangan pada sekolah tersebut, tidak terkait baik langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan operasional PT CPI. Jadi tidak layak biaya tersebut menjadi tanggungan pemerintah yang masuk dalam cost recovery," kritik Agung.

Agung juga menggambarkan bagaimana kawasan Kota Duri seakan menjadi negara dalam negara. Di kawasan ini terdapat komplek perkatoran PT CPI dan perumahan karyawan serta sekolah. Namun komplek ini seakan menjadi kawasan yang sulit untuk dapat diakses masyarakat.

Di kompleks terjadi jurang pemisah antara rakyat jelata dengan karyawan PT CPI yang hidup mewah. Pengamanan kawasan itu juga super ketat. Masyarakat tidak akan bisa melintas di jalan perusahaan yang notabene dibangun dengan dana cost recovey.

Wilayah Duri memang merupakan ladang minyak yang cukup besar di tanah air. 30 persen produksi minyak mentah Indonesia ada di tempat ini. Itu sebabnya, di kantor CPI di Duri, terdapat aplikasi teknologi super canggih. Di situ tersuguh teknologi multidimensi, yang disebut dengan IVCC ( Immerse Visualization and Computation Center). Sebuah ruangan tiga dimensi yang digunakan untuk persentasi dan koferensi jarak jauh, terkoneksi dengan 124 jaringan dunia. Alat canggih ini merupakan salah satu yang dimiliki PT CPI, satu dari 2 negara setelah Amerika dan Eropa.

"Alat itu berharga puluhan miliar rupiah didanai uang rakyat Indonesia, karena merupakan bagian dari cost recovey yang harus dibayar pemerintah Indonesia," demikian jelas Agung.***(mad)